DUA ORANG BERBEDA

Dua Orang Berbeda, Tetapi Satu

 

Dalam pernikahan kita dipersatukan dengan seorang yang lain.Dengan seorang yang lain itu, kita hidup dalam satu rumah,melakukan kegiatan berdua, saling berbagi dan saling melayani.Sebenarnya jika kita pikirkan baik-baik, pernikahan tampak seperti ide yang ‘gila’ di mana kita mau meninggalkan keluarga kita untuk hidup dengan orang ‘asing’ yang awalnya bukanlah siapa-siapa yang kita kenal. Bagaimana mungkin kita maudipersatukan dengan orang lain yang berasal dari keluarga yang tidak kita kenal untuk tinggal serumah dengan kita, untuk tinggal seumur hidup dengannya?

 

Sadar atau tidak, siap atau tidak, masuk ke dalam pernikahan berarti kita rela hidup dengan seorang lain dengan resiko dikecewakan, disakiti dan kehidupan yang mungkin sulit.Sebagian besar dari kita menutup mata dan membiarkan diri percaya pada ilusi bahwa dua pribadi berbeda dengan latarbelakang berbeda yang hidup serumah akan merasa bahagia selamanya. Apakah kita mengabaikan fakta ini dan tidak menyadari bahwa sebenarnya menikah adalah langkah yang menyeramkan?

 

Dalam perbedaan ini, ditambah dengan natur kita yang egois,maka tidak jarang pernikahan sulit dipertahankan karena masing-masing pasangan merasa sudah tidak cocok lagi. Tidaklah mengherankan jika angka perceraian semakin tinggi.Penjelasannya mudah sekali: karena kita bukanlah orang yang rela berkorban untuk orang lain. Karena kita ingin berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri dan bebas memutuskan untuk diri sendiri, termasuk memutuskan untuk berpisah dengan pasangan kita.

 

Jika kita berharap bahwa dengan menikah kita akan menjadi lebih merdeka (khususnya bagi mereka yang sering mengalami tekanan ketika tinggal bersama orangtua), maka anda pergi ketempat yang salah. Menikah merupakan hal yang berat karena kita kehilangan kebebasan kita untuk bertindak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kita tidak lagi bisa melangkah kemanapun kita mau tanpa menyertakan pasangan kita dalam perjalanan tersebut. Kita tidak lagi merasa independen,melainkan bergantung pada pasangan kita untuk langkah-langkahyang akan kita lalui. Karena pernikahan yang sesungguhnyaberarti menjadi satu dengan pasangan kita (Kejadian 2: ).Menikah berarti kehilangan identitas pribadi dan mengenakanidentitas baru, yaitu kesatuan dengan pasangan kita.

 

Sekarang  timbul pertanyaan: bagaimana mungkin dua pribadi yang berbeda menjadi satu? Apa yang dimaksud menjadi satu?Apakah menjadi satu berarti bahwa kita tidak lagi menjadi pribadi, melainkan hanya menjadi duplikat persis dari orang lain?

 

Ketika anda menikah, anda dipersatukan oleh Allah dan ini adalah ikatan yang tidak boleh diputuskan oleh manusia.Kesatuan paling indah dan sempurna adalah di dalam Allah Tritunggal, di mana tiga pribadi Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus saling menjadi satu dalam hubungan yang harmonis dan saling mengasihi. Seperti Allah Tritunggal, demikian jugalah indahnya kesatuan yang akan kita alami didalam pernikahan. Menyatu bukan berarti kehilangan jati diri dan berhenti menjadi pribadi. Menyatu berarti melihat hal yang sama, memiliki kehendak yang sama, dan rindu melakukan hal yang sama (ayat: apa yang kudus, sedap didengar, pikirkanlah semuanya itu). Dipersatukan oleh Allah dan untuk Allah berarti masuk ke dalam pekerjaan Tuhan, di mana kita akan dibentuk menjadi makin serupa dengan Allah. Kesatuan di dalam pernikahan tercapai ketika kita bersama-sama dengan pasangan merasakan apa yang Tuhan rasakan, melihat apa yang Tuhan lihat, dan melakukan apa yang Tuhan ingin kita lakukan bagiNya, bagi pasangan kita, dan bagi orang lain yang Ia kasihi.Menjadi satu dengan pasangan anda berarti anda merasakan apa yang ia rasakan, sekaligus membuka diri tentang apa yang anda rasakan.

 

Menjadi satu berarti mengenal dengan utuh pasangan anda tanpa ada yang ditutup-tutupi. Menjadi satu berarti kehilangan hak anda untuk menjadi egois dan memberikan hak pada pasangan anda untuk berpikir, mengungkapkan dirinya dan menentukan langkah bersama-sama dengan anda. Menjadi satu berarti anda tidak lagi berpikir dan memutuskan masa depan anda sendirian, tetapi rela dipimpin oleh pasangan anda. Menjadi satu berarti anda tidak lagi menginginkan yang baik bagi anda secara pribadi, tetapi menginginkan apa yang baik bagi pasangan anda, karena ia adalah anda. Ketika anda menyakiti diri sendiri, anda menyakiti pasangan anda. Ketika anda menyakiti pasangan anda, anda menyakiti diri sendiri.

 

Pikirkanlah: adakah orang yang ingin menyakiti dirinya sendiri? Adakah orang yang menginginkan ketidak bahagiaan dalam hidupnya? Jawabannya adalah tidak. Ketika anda menyadari bahwa pasangan anda adalah anda, dan bahwa anda adalah pasangan anda, maka anda tidak ingiin menyakitinya. Maka anda ingin ia merasa bahagia (ayat sebagaimana manusia mengasihi istrinya, demikianlah ia mengasihi dirinya sendiri)

 

Ketika kita menjadi satu dengan pasangan kita, terjalin suatu hubungan yang sangat indah di mana kita melihat apa yang ia lihat. Ketika kita memandangnya dan melihat matanya, maka kita akan melihat diri kita sendiri, jujur dan terbuka di hadapannya. Kita menjadi telanjang dan apa adanya dan tidak merasa malu (ayat). Sekali lagi terciptalah hubungan kasih yang murni seperti di taman Eden dan kita mengalami apa yang dialami Adam dan Hawa. Kemanapun kita melangkah, kaki kita menjadi satu dengan kakinya. Apapun yang kita inginkan dan rasakan, hati kita menjadi satu dengan hatinya. Apa yang kita butuhkan bahkan sudah diketahui oleh pasangan kita. Kita mengasihinya, dan ia mengasihi kita. Inilah hubungan di mana kita bisa mencicipi kesatuan yang indah yang ada pada Allah. Inilah taman Eden (paradise) di bumi.

MENGOBARKANKASIH DALAM PERNIKAHAN

Mengobarkan Kasih Dalam Pernikahan

 

Cobalah ingat apa yang anda rasakan ketika kencan pertama kali dengan pacar anda. Ingatkah betapa anda merindukan anda setiap kali anda tidak bisa bertemu dengannya? Ingatlah  betapa terharunya dan berbunga-bunganya hati anda ketika anda bertemu dengan pasangan anda di altar dan mengucapkan janji untuk membagi hidup berdua dalam kondisi apapun. Masa-masa  bulan madu rasanya seperti mabuk oleh cinta. Rasa sayang  meluap di dalam dada sampai rasanya sakit hanya dengan  mensyukuri betapa beruntungnya anda karena memilikinya.

 

Namun sekarang berbeda. Anda bukan lagi seorang yang melihat  pasangan anda dan menemukan semua hal yang anda puja tentang  dirinya. Kebaikannya terasa hambar dan keburukannya terasa menyakitkan. Anda tidak lagi mengecupnya sebelum berangkat kerja atau sebelum tidur dan ketika bangun tidur. Ia tidak lagi melakukan hal-hal romantis yang dulu sering dilakukannya  ketika pulang membawa bunga dan pelukan yang hangat. Waktu-waktu romantis saat makan malam diakhiri dengan rutinitas mencuci piring. Waktu berdua dengannya sekarang ditemani oleh anak-anak yang memanggil – manggil kita karena  kebutuhannya dan mengalihkan perhatian kita darinya. Waktu ngobrol dengannya diganti dengan pemberitahuan tentang siapa yang harus dijemput, apa yang harus dibeli, dan acara yang harus dihadiri. Anda lelah, kehilangan gairah, dan bosan  dengan pernikahan anda, bahkan bosan dengannya. Di mana cinta  yang dulu anda rasakan?

 

Kadang-kadang anda mulai berpikir-pikir. Kelihatannya anda tidak cocok dengannya, dan anda baru menyadarinya setelah bertahun-tahun tinggal dengannya. Kelihatannya ada saat-saat  di mana ia sudah tidak menginginkan anda. Kelihatannya ia lebih peduli dengan karir atau anak-anak dan menganggap kita  tidak terlalu penting lagi. Kelihatannya pria yang anda temui di tempat fitness atau wanita yang anda temui di sekolah anak anda sangat menarik. Kelihatannya sudah tidak bisa lagi hidup dengannya. Iapun mulai dekat dengan orang lain dan semakin jarang menghabiskan waktu di rumah. Dan anda memikirkan opsi tentang perceraian. Ada sesuatu yang salah di sini. Anda merasakannya, tapi tidak mengerti apa itu dan harus melakukan apa.

 

 Apa yang salah dalam kisah di atas? Apakah masing-masing  pasangan terlalu sibuk? Apakah suami terlalu fokus pada pekerjaan dan istri terlalu fokus pada anak? Apakah gairah  cinta padam karena telah bertahun-tahun menikah dan pasangan bukan lagi seseorang yang menarik karena kita sudah tahu terlalu banyak tentangnya? Apakah karena masing-masing tidak meluangkan waktu untuk komunikasi? Apakah kehidupan pernikahan  demikian menuntut waktu, energi, dan perhatian kita untuk hal-hal lain selain pasangan kita?

 

Semua alasan di atas (dan banyak lagi alasan lainnya) hanyalah manifestasi dari inti masalah sesungguhnya. Inti masalah sesungguhnya adalah ketika kita membiarkan diri kita menjauh dari pasangan kita (apapun bentuknya) dan memberikan ruang  lebih besar untuk diri kita sendiri dalam melakukan bagian  kita (baik pekerjaan maupun anak). Ini adalah kondisi di mana kita membiarkan diri kita terpisah dari pasangan kita. Kesatuan kita dan pasangan ditentukan oleh seberapa melekatnya  kita berdua pada Tuhan, sumber kasih itu sendiri. Ketika kita membiarkan kesibukan hidup mengambil alih waktu persekutuan   kita dengan Tuhan (yang dilakukan bersama pasangan), maka kita  mulai berjalan ke arah yang berbeda. Satu kegiatan yang menyatukan kita dengan pasangan adalah waktu doa bersama  dengannya. Ketika berdoa, maka kita menjadi satu di dalam roh, bukan hanya bersama dengan pasangan kita, tetapi juga bersama dengan Tuhan. Ini adalah ikatan supranatural yang mampu  menguatkan dan menjaga kesatuan kita dengan pasangan. Kasih, visi, dan sukacita yang ada dalam relasi ketiga pribadi inilah yang terus melekatkan kita menjadi satu pribadi dengan  pasangan.

 

Ambillah waktu untuk berdoa bersama. Sharingkan bukan hanya kejadian sehari-hari, tapi juga pengalaman iman, pertumbuhan,  dan beban/visi yang anda alami dari Tuhan. Ini adalah hal yang utama. Selain itu tambahkanlah usaha ekstra untuk menciptakan sesuatu yang bernilai dan menyenangkan pasangan anda. Mungkin  baginya waktu, kebersamaan, hadiah, kecupan, dan belaian kasih sayang sangatlah berharga. Berikanlah semua itu dan lebih  lagi, berikanlah hati anda untuknya setiap hari, sebagaimana  Tuhan melakukannya bagi anda. Selamat mengobarkan kasih dalam  pernikahan anda.